Blog

ESDM Evaluasi Lagi 21 Proyek Hilirisasi, Termasuk DME Batu Bara

 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih akan mengevaluasi lagi proyek-proyek hilirisasi prioritas yang akan didanai oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara),  tidak terkecuali gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME).

Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan total 21 proyek hilirisasi tahap pertama yang akan dibiayai Danantara merupakan daftar yang baru diajukan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia kepada Presiden Prabowo Subianto.

“Jadi yang untuk 21 proyek itu nanti akan lebih didetailkan lagi. Jadi ini kan rencana pelaksanaan itu kira-kira kapan bisa dieksekusi. Kemudian, butuh pendanaan itu kan sudah disampaikan kemarin. Secara teknis, nanti bagaimana perincian pelaksanaannya, itu harus lebih didetailkan lagi untuk 21 proyek tadi,” kata Yuliot ditemui di kantor Kementerian ESDM, Kamis (6/3/2025), sore.

Penjabaran proyek hilirisasi yang prioritas untuk dieksekusi lebih cepat atau tahap pertama, lanjut Yuliot, sedang dikonsultasikan bersama tim Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi yang dipimpin oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. 

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung. (Sumber: Mis Fransiska/Bloomberg Technoz)

DME Batu Bara

Terkait dengan rencana proyek gasifikasi batu bara menjadi DME bakal mendapatkan porsi terbesar dalam pendanaan hilirisasi tahap awal, Yuliot mengatakan hal tersebut masih perkiraaan.

“Ini kan indikasi. Jadi yang untuk DME ini, kita kan untuk kebutuhan LPG dalam negeri itu cukup besar. Ini adalah sebuah substitusi untuk kebutuhan LPG dalam negeri,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa pemerintah juga masih akan mengevaluasi nilai keekonomian proyek DME untuk dijadikan substitusi gas minyak cair.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno sebelumnya mengatakan nilai investasi gasifikasi batu bara menjadi DME ditaksir mencapai US$11 miliar atau sekitar Rp180,8 triliun dari total investasi untuk 21 proyek hilirisasi tahap pertama yang menembus Rp659,2 triliun.

Tri memerinci proyek hilirisasi dari sektor pertambangan akan mencakup 4 proyek hilirisasi batu bara menjadi DME, 1 proyek hilirisasi besi, 1 proyek hilirisasi alumina, 1 proyek hilirisasi alumunium, 2 proyek hilirisasi tembaga, dan 2 proyek hilirisasi nikel.

“Paling gede DME. Proyek DME-nya 4, itu [nilai investasinya] sekitar US$ 11 miliar,” ujar Tri ditemui di kantornya, Selasa (4/3/2025).

Tri menyebut hingga kini skema pembiayaan 21 proyek hilirisasi tahap pertama tersebut belum rampung dibahas pemerintah. Dia juga memastikan anggaran yang digunakan nantinya berasal dari Danantara. Sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) nantinya juga akan dilibatkan menggarap proyek-proyek tersebut.

“Bukan [dari investor], kita gunakan duit kita sendiri,” tutur Tri.

Adapun, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut proyek hilirisasi batu bara menjadi DME kali ini akan dijalankan dengan pendekatan berbeda, yakni mengandalkan sumber daya dalam negeri tanpa ketergantungan pada investor asing.

“Sekarang kita tidak butuh investor negara semua lewat kebijakan Bapak Presiden dengan memanfaatkan resource dalam negeri. [Hal] yang kita butuh dari mereka adalah teknologinya, yang kita butuh uangnya capex-nya semua dari pemerintah dan dari swasta nasional, kemudian bahan bakunya dari kita, dan off taker-nya pun dari kita,” jelas Bahlil, Senin (3/3/2025).

Bahlil menyebutkan bahwa proyek hilirisasi batu bara menjadi DME akan dikembangkan secara paralel di Sumatra Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.

Pada era Presiden ke-7 Joko Widodo, proyek strategis nasional (PSN) gasifikasi batu bara menjadi DME memiliki taksiran nilai investasi US$2,1 miliar. Saat itu, proyek ini diharapkan menjadi program mercusuar untuk substitusi impor gas minyak cair atau liquefied petroleum gas (LPG) yang nilainya mencapai Rp7 triliun per tahun.

Ide gasifikasi batu bara menjadi DME pada awalnya dipasrahkan pemerintah ke PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA), dengan bantuan investasi dari Air Products & Chemical Inc (APCI) asal Amerika Serikat (AS).

Proyek itu sejatinya direncanakan selama 20 tahun di wilayah Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) yang berada di mulut tambang batu bara Tanjung Enim, Sumatra Selatan. BACBIE akan berada di lokasi yang sama dengan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8.

Dengan mendatangkan investasi asing dari APCI, proyek itu mulanya digadang-gadang sanggup menghasilkan DME sekitar 1,4 juta ton per tahun dengan memanfaatkan 6 juta ton batu bara per tahun.

Namun, pada medio 2023, APCI hengkang dari proyek tersebut untuk fokus menggarap proyek hidrogen biru di AS. Keputusan hengkang tersebut lantas membuat kelanjutan nasib proyek gasifikasi batu bara menjadi DME terkatung-katung hingga saat ini. 

(wdh)

sumber: https://www.bloombergtechnoz.com/

Author: Bang Ferry

Leave a Reply