
Bulan Berubah Menjadi Merah Darah Selama Satu Jam pada Kamis Malam, Bisakah Dilihat di Indonesia?
Fenomena gerhana Bulan total akan menghiasi langit malam di Bumi Belahan Utara (BBU) pada Kamis (13/3/2025) malam hingga Jumat (14/3/2025) dini hari.
Fenomena gerhana Bulan total akan menghiasi langit malam di Bumi Belahan Utara (BBU) pada Kamis (13/3/2025) malam hingga Jumat (14/3/2025) dini hari.
Fenomena astronomi ini akan membuat Bulan tampak berubah warna menjadi merah darah, sehingga sering dijuluki “Blood Moon”, dikutip dari IFL Science, Senin (10/3/2025).
Gerhana Bulan total terjadi saat Bumi berada di antara Matahari dan Bulan, di mana Bumi akan menghalangi sebagian besar cahaya Matahari yang mencapai Bulan.
Tidak seperti gerhana Matahari yang berlangsung beberapa menit, gerhana Bulan akan berlangsung hingga satu jam.
Mengapa warna Bulannya seperti merah darah?
Warna merah darah saat gerhana Bulan total disebabkan oleh fenomena yang dikenal sebagai hamburan Rayleigh.
Saat cahaya Matahari mengenai atmosfer Bumi, cahaya dalam spektrum biru dihamburkan secara lebih efisien daripada cahaya merah oleh partikel-partikel di dalamnya, yang disebut hamburan Rayleigh.
Dengan berkurangnya cahaya biru yang mengenai mata, seseorang akan melihat Matahari berwarna agak kuning.
Semakin banyak atmosfer yang harus dilalui cahaya, misalnya pada saat Matahari terbit dan terbenam, akan semakin banyak cahaya biru yang dihamburkan, sehingga Matahari tampak lebih kuning atau merah.
Sebaliknya, ketika Matahari berada tepat di atas kepala, akan tampak lebih putih. Ini karena cahaya biru memiliki lebih sedikit atmosfer yang harus dihamburkan untuk mencapai mata.
Selama gerhana Bulan, satu-satunya cahaya yang jatuh ke Bulan (tidak termasuk cahaya bintang) adalah cahaya yang telah melewati atmosfer Bumi.
Karena cahaya biru lebih mudah tersebar, sementara cahaya merah mengambil rute yang lebih langsung, hasilnya Bulan “bermandikan” cahaya merah darah.
“Semakin banyak debu atau awan di atmosfer Bumi selama gerhana, semakin merah Bulan akan tampak,” jelas NASA.
“Seolah-olah semua matahari terbit dan terbenam di dunia diproyeksikan ke Bulan,” tambahnya.
Wilayah yang bisa melihat gerhana Bulan total
Sayangnya, gerhana Bulan total pada 14 Maret 2025 tidak bisa dilihat di Indonesia.
Adapun seluruh fase gerhana pada 13-14 Maret 2025 hanya terlihat di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, Afrika, serta Oseania dengan wilayah sebagai berikut:
- Amerika Utara (Amerika Serikat, Alaska, Hawaii, Kanada, dan Meksiko)
- Amerika Selatan (Brasil, Argentina, Chile)
- Eropa (Spanyol, Perancis, Inggris)
- Afrika (Afrika Barat, Tanjung Verde, Maroko, Senegal)
- Oseania (Selandia Baru)
Selain itu, gerhana Bulan sebagian juga bisa terlihat dari Eropa, sebagian besar Asia, Australia, dan Afrika, seluruh Amerika Utara dan Selatan, Pasifik, Atlantik, Arktik, dan Antartika.
Tidak seperti gerhana Matahari, tak perlu peralatan khusus untuk melihat gerhana Bulan total.
Selain itu, mereka yang ada di Amerika Utara harus begadang jika ingin melihat totalitas, ketika Bulan sepenuhnya tertutup bayangan pada Kamis (13/3/2025) dini hari.
Gerhana Bulan total terjadi saat Bumi berada di antara Matahari dan Bulan, di mana Bumi akan menghalangi sebagian besar cahaya Matahari yang mencapai Bulan.
Tidak seperti gerhana Matahari yang berlangsung beberapa menit, gerhana Bulan akan berlangsung hingga satu jam.
Mengapa warna Bulannya seperti merah darah?
Warna merah darah saat gerhana Bulan total disebabkan oleh fenomena yang dikenal sebagai hamburan Rayleigh.
Saat cahaya Matahari mengenai atmosfer Bumi, cahaya dalam spektrum biru dihamburkan secara lebih efisien daripada cahaya merah oleh partikel-partikel di dalamnya, yang disebut hamburan Rayleigh.
Dengan berkurangnya cahaya biru yang mengenai mata, seseorang akan melihat Matahari berwarna agak kuning.
Semakin banyak atmosfer yang harus dilalui cahaya, misalnya pada saat Matahari terbit dan terbenam, akan semakin banyak cahaya biru yang dihamburkan, sehingga Matahari tampak lebih kuning atau merah.
Sebaliknya, ketika Matahari berada tepat di atas kepala, akan tampak lebih putih. Ini karena cahaya biru memiliki lebih sedikit atmosfer yang harus dihamburkan untuk mencapai mata.
Selama gerhana Bulan, satu-satunya cahaya yang jatuh ke Bulan (tidak termasuk cahaya bintang) adalah cahaya yang telah melewati atmosfer Bumi.
Karena cahaya biru lebih mudah tersebar, sementara cahaya merah mengambil rute yang lebih langsung, hasilnya Bulan “bermandikan” cahaya merah darah.
“Semakin banyak debu atau awan di atmosfer Bumi selama gerhana, semakin merah Bulan akan tampak,” jelas NASA.
“Seolah-olah semua matahari terbit dan terbenam di dunia diproyeksikan ke Bulan,” tambahnya.
Wilayah yang bisa melihat gerhana Bulan total
Sayangnya, gerhana Bulan total pada 14 Maret 2025 tidak bisa dilihat di Indonesia.
Adapun seluruh fase gerhana pada 13-14 Maret 2025 hanya terlihat di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, Afrika, serta Oseania dengan wilayah sebagai berikut:
- Amerika Utara (Amerika Serikat, Alaska, Hawaii, Kanada, dan Meksiko)
- Amerika Selatan (Brasil, Argentina, Chile)
- Eropa (Spanyol, Perancis, Inggris)
- Afrika (Afrika Barat, Tanjung Verde, Maroko, Senegal)
- Oseania (Selandia Baru)
Selain itu, gerhana Bulan sebagian juga bisa terlihat dari Eropa, sebagian besar Asia, Australia, dan Afrika, seluruh Amerika Utara dan Selatan, Pasifik, Atlantik, Arktik, dan Antartika.
Tidak seperti gerhana Matahari, tak perlu peralatan khusus untuk melihat gerhana Bulan total.
Selain itu, mereka yang ada di Amerika Utara harus begadang jika ingin melihat totalitas, ketika Bulan sepenuhnya tertutup bayangan pada Kamis (13/3/2025) dini hari.
sumber: kompas.com